INFEKSI YANG MENYERTAI KEHAMILAN &
PERSALINAN
SIFILIS
INFEKSI SIFILIS (LUES) adalah suatu
infeksi yang disebabkan oleh Triponema pallidum. Jika terjadi pada ibu
hamil maka disebut sifilis kongenital dan sifilis ini merupakan bentuk penyakit
sifilis yang terberat. Infeksi pada janin dapat terjadi setiap saat dalam
kehamilan dengan derajat resiko infeksi yang tergantung jumlah spiroketa
(triponema) di dalam darah ibu.
Angka kejadian yang tinggi terdapat
pada kelompok wanita tuna susila. Wanita yang berhubungan seksual dengan
pasangannya yang menderita sifilis mempunyai resiko 50% untuk dapat tertular
penyakit ini.
Sifilis
disebabkan oleh infeksi Triponema pallidum.
Klasifikasi
Klasifikasi
Pembagian
sifilis secara klinis ialah sifilis kongenital dan sifilis didapat atau dapat
pula digolongkan berdasarkan stadium I, II, III sesuai dengan gejala-gejalanya
:
1. Sifilis Stadium I
1. Sifilis Stadium I
Tiga minggu (10-90 hari) setelah infeksi timbul lesi,
berukuran beberapa mm sampai 1-2 cm, berbentuk bulat atau bulat lonjong, merah,
dan bila diraba seperti ada pengerasan (indurasi), kelainan ini tidak ada
nyeri.
2. Sifilis Stadium II
Pada umumnya bila gejala sifilis II muncul, sifilis stadium
I sudah sembuh. Waktu antara sifilis stadium I dan II umumnya 6-8 minggu. Sifat
yang khas pada sifilis ialah jarang ada rasa gatal, terdapat nyeri pada kepala,
demam subfebril, anoreksia, nyeri pada tulang, nyeri leher biasanya mendahului,
kadang-kadang bersamaan dengan kelainan pada kulit (berupa makula, papul,
pustul dan rupia).
3. Sifilis Stadium III
Lesi yang khas adalah guma yang dapat terjadi 3-7 tahun
setelah infeksi. Guma umumnya satu, dapat multipel, ukuran miliar sampai
berdiameter beberapa centimeter, berbentuk nekrosis sentral. Guma mengalami supurasi
dan memerah serta meninggalkan suatu ulkus dengan dinding curam dan dalam.
Sifilis stadium ini dapat merusak semua jaringan, tulang
rawan pada hidung dan palatum. Guma juga dapat ditemukan di organ dalam, yakni
lambung, hepar, lien, paru, testis dan lain-lain.
Cara Penularan Sifilis
1. Secara Langsung
- Melalui kontak langsung dengan
lesi yang mengandung triponema.
- Melalui hubungan seksual.
- Dari darah ibu ke janin melalui
plasenta saat kehamilan.
2. Secara Tidak Langsung
- Melalui transfusi darah.
- Melalui alat-alat yang
terkontaminasi dengan virus triponema.
Pengaruh Sifilis terhadap Kehamilan
dan Persalinan
Apabila infeksi terjadi pada
kehamilan, maka luka primer di daerah genital mungkin tidak dapat dikenal
karena tempatnya atau kecilnya. Sebaliknya luka itu dapat lebih besar daripada
biasa, yang mungkin disebabkan karena vaskularisasi alat kelamin yang lebih
banyak pada kelamin. Pengaruh sifilis pada janin dapat menyebabkan antara lain
:
- Kematian janin
- Partus immaturus
- Partus premature
Pengaruh terhadap
janin:
1. Kematian
janin (IUFD)
2. Partus
immaturus
3. Partus
prematurus
4. Kelainan
congenital
Dalam hal demikian dapat dijumpai
gejala-gejala sifilis kongenital, diantaranya:
1. Pemfigus
sifilitikus
2. Deskwamasi
pada telapak kaki dan tangan
3. Rhagades
di kanan-kiri mulut
4. Pada
persalinan tampak janin atau plasenta yang hidropik
5. Pada
pemeriksaan ditemukan reaksi serologis yang positif
Pada persalinan tampak janin atau plasenta yang hidropik, karena itu pada waktu pemeriksaan kehamilan (ANC) perlu dilakukan anamnesis tentang kemungkinan adanya kontak sederhana dengan penderita sifilis.
Pemeriksaan
- Pemeriksaan lapangan gelap (Direct Fluorescent Antibody Test)
- Tes skrining serologis ® Test Slide VDRL (Venerial Disease Research) Laboratory) / RPR (Rapid Plasma Readgin)
- FTA-ABS (Fluorescent Trepnemal Antibody Absorption Test)
- Tes antibodi HIV
PENATALAKSANAAN
1. Sifilis
harus diobati segera setelah diagnosa dibuat , tanpa memandang tuanya
kehamilan. Lebih dini dalam kehamilan pengobatan diberikan, lebih baik
prognosis bagi janin.
2. Pengobatan
sifilis dalam kehamilan dilakukan dengan penicilin, dan apabila penderita tidak
tahan (alergi) penicilin, dapat diberikan secara desensitiasi. Eritromisin
tidak dianjurkan karena besar kemungkinan akan gagal untuk mengobati infeksi
pada janin.
3. Untuk
sifilis primer, sekunder, dan laten dini (kurang dari 1 tahun), dianjurkan
mendapat Benzathine penicilin G dengan dosis 2,4 juta satuan IM sekali suntik (
separuh di kanan dan separuh di kiri). Untuk sifilis lama (late sifilis)
diperlukan dosis yang lebih tinggi. Dosis tunggal penicilin di atas umumnya
sudah cukup untuk melindungi janin dari penderitaan sifilis.
Abortus atau kematian janin selama
atau tidak lama setelah pengobatan biasanya tidak disebabkan karena gagalnya
pengobatan, tetapi karena pengobatan terlambat diberikan.
4. Suami
juga harus diperiksa darahnya dan bila perlu diobati. Bila ragu, darah tali
pusat juga diperiksa.
5. Follow
up bulanan melalui pemeriksaan serologik perlu dilakukan sehingga bila perlu
pengobatan uang dapat segera diberikan.
6. Bayi
yang lahir dari ibu dengan sifilis boleh tetap mendapat ASI. Bila ibu tersebut
masih menderita lesi pada kulit, kontak dengan bayinya harus dihindari.
Terapi :
- Suntikan penisilin G, secara ini sebanyak 1 juta satuan perhari selama 8-10 hari.
- Obat-obatan peroral penisilin dan eritromisin.
- Lues kongenital pada neonatus:
- Penisilin G 100.000 satuan/kg BB sekaligus.
- Suntikan penisilin G, secara ini sebanyak 1 juta satuan perhari selama 8-10 hari.
- Obat-obatan peroral penisilin dan eritromisin.
- Lues kongenital pada neonatus:
- Penisilin G 100.000 satuan/kg BB sekaligus.
·
CYTOMEGALOVIRUS (CMV)
Cytomegalovirus adalah virus DNA dan
merupakan kelompok dari family virus herpes, sehingga memiliki kemampuan
latensi. Pada infeksi CMV, infeksi maternal atau ibu hamil kebanyakan bersifat
silent, asimtomatik tanpa disertai keluhan klinik atau gejala, atau hanya
menimbulkan gejala yang minim bagi ibu, namun dapat memberi akibat yang berat
bagi fetus yang dikandung, dapat pula menyebabkan infeksi kongenital,
perinatal, bagi bayi yang dilahirkan.
Virus ditularkan melalui berbagai
cara, antara lain:
- transfusi darah
- transplantasi organ
- kontak seksual
- air susu
- air seni
- Percikan Ludah atau air liur (saliva)
- Urine
- transplansental atau kontak langsung saat janin melewati jalan lahir pada persalinan pervaginam.
Diagnosis
Virus dapat diisolasi dari biakan
urin atau biakan berbagai cairan atau jaringan tubuh lain. Tes serologis
mungkin terjadi peningkatan Ig M yang mencapai kadar puncak 3-6 bulan pasca
infeksi dan bertahan sampai 1-2 tahun kemudian. Ig G meningkat secara cepat dan
bertahan seumur hidup.
a. Prenatal
Efek infeksi pada janin dideteksi
dengan USG,CT Scan atau MRI. Dapat dijumpai mikrosefalus, ventrikulomegali atau
kalsifikasi serebrum. Amniosintesis dilakukan untuk biakan virus atau
kardosintesis untuk mendeteksi IgM dalam memastikan kecurigaan kasus infeksi
primer.
b. Maternal
Dengan mengisolasi virus dalam biakan urine/sekresi atau uji serologi.
Dampak Terhadap Kehamilan
Resiko transmisi dari ibu ke janin
konstan sepanjang masa kehamilan dengan angka sebesar 40-50%. 10-20% neonatus
yang terinfeksi memperlihatkan gejala-gejala, antara lain: korioretinitis,
mikrosephali, klasifikasi serebral, hepatosplenomegali, hidrosephalus. 80-90%
tidak menunjukkan gejala namun kelak di kemudian hari dapat menunjukkan gejala:
retardasi mental, gangguan visual, dan gangguan psikomotor. Seberapa besar
kerusakan janin tidak tergantung saat kapan infeksi menyerang janin.
Tidak terdapat bukti bahwa kehamilan meningkatkan resiko.
Risiko penularan pada janin tertinggi dalam trimester pertama dan
kedua,sementara infeksi trimester ketiga biasanya tanpa gejala sisa. Infeksi
10-20 % simtomatik sewaktu: IUGR,karioretinitis, mikrosefali, pengapuran otak,
hepato plasmomegali dan hidrosepalus. Infeksi 80-90 % asimtomatik sewaktu
lahir, tetapi menunjukkan keterbelakangan mental seperti gangguan visual,
tetapi, kehilangan pendengaran yabg progresif dan perkembangan psikomotorik
terlambat.
Penatalaksanaan
Tidak ada terapi yang efektif untuk
cytomegalovirus dalam kehamilan. Pencegahan meliputi penjagaan kebersihan
pribadi dan mencegah transfusi darah. Usaha untuk membantu diagnosa infeksi CMV
pada janin adalah dengan melakukan:
1. Ultrasonografi
2. Pemeriksaan
biakan cytomegovirus dalam cairan amnion
Pencegahan
Kesehatan perlu dijaga dengan
Kesehatan perlu dijaga dengan baik pada situasi yang berisiko tinggi. Misalnya
tersedianya unit rawat intensif neonatal, pusat rawat berobat jalan dan
unit dialysis. Transfuse ibu dengan darah positif CMV harus dihindari.
Pemeriksaan Laboratorium
·
Anti
CRV IgM dan IgG dan IgG aviditas
·
Pemeriksaan
dilakukan pada saat ibu merencanakan kehamilan jika hasil pemeriksaansebelumnya
negative
Hasil dan Tindak Lanjut
·
IgM
(-) : periksa ulang beberapa minggu kemudian, jika hasil tetap IgM (-) berarti
tidak terifeksi dan lakukan langkah pencegahan. Sementara itu, jika IgG (+) :
lakukan pemeriksaan konfirmasi IgM dan IgG aviditas, jika IgM (+) dan IgG
rendah berarti infeksi primer perlu pemeriksaan lebih lanjut apakah janin
terinfeksi atau tidak.
·
IgG
(+): berarti sudah pernah terinfeksi dimasa lalu, karena itu sudah kebal
terhadap CRV. Tidak diperlukan pemeriksaan lanjut,pada kehamilan berikut untuk
melihat jumlah titer IgG, apakah masih mencukupi atau tidak.
·
Rubella
Rubella ( campak jerman) adalah
infeksi virus yang dapat menyebabkan infeksi kronik intrauterine, mengganggu
pertumbuhan dan perkembangan janin, rubella disebabkan oleh virus plemorfis
yang mengandung RNA. Virus ini ditularkan melalui droplet dari ibu hamil kepada
janin.
A. Tanda dan gejala
1. Demam ringan, pusing dan mata ringan
2. Sakit tenggorokan
3. Ruam kulit setelah demam turun
(warna merah jambu)
4. Kelenjar limfe membengkak
5. Persendian bengkakdan nyeri pada
beberapa kasus
6. Fotofobia
7. Abortus spontan
8. Radang arthritis atau ensefalitis
9. Pada ibu hamil kadang tanpa gejala
B. Dampak pada kehamilan
·
Insidensi anomaly congenital: bulan pertama 50%,
bulan kedua 25%, bulan ketiga 10% dan bulan keempat 4%. Pemaparan pada bulan
pertama dapat menyebabkan malformasi jantung, mata, telinga, atau otak.
Pemaparan bulan keempat: infeksi sistemik,retardasi pertumbuhan intrauterine.
·
Infeksi rubella congenital dapat menyebabkan sindron rubella
congenital yang terdiri atas hal-hal berikut ini.
ü Pertumbuhan janin yang terhambat
(merupakan kondisi yang paling sering terjadi)
ü Katarak yang dapat terjadi pada satu
atau kedua mata. Katarak adalah pemutihan lensa mata sehingga mengakibatkan
kebutaan menetap. Kelainan katarak ini biasanya disertai dengan bola mata yang
kecil
ü Kelainan jantung bawaan
ü Hilang fungsi pendengaran akibat
proses infeksi yang terjadi pada saraf pendengaran
ü Radang otak dan selaput otak
C. Pengobatan
Tidak ada obat spesifik untuk
mengobati infeksi virus rubella. Obat yang diberikan biasanya bersifat untuk
meringankan gejala yang timbul. Hanya saja pada anak-anak dan orang dewasa,
gejala-gejala yang timbul adalah sangat ringan. Bayi yang lahir dengan sindrom
rubella congenital, biasanya harus ditangani secara sekama oleh para ahli.
Semakin banyak kelainan bawaan yang
diderita akibat infeksi congenital, semakin besar pula pengaruhnya pada proses
pertumbuhan dan perkembangan anak.bayi lahir yaitu dengan terdeteksinya IgM
Rubella pada darah bayi.
D. Pencegahan penularan virus rubella
Cara yang paling efektif untuk
mencegah penularan virus rubella adalah dengan pemberian imunisasi. Saat ini
imunisasi yang dapat diberikan untuk mencegah rubella adalah dengan pemberian
vaksin MMR pada wanita usia reproduksi yang belum mempunyai antibody terhadap
virus rubella amatlah penting untuk mencegah terjadinya infeksi rubella
congenital pada janin. Setelah pemberian imunisasi MMr, penundaan kehamilan
harus dilakukan selama 3 bulan.
E. Pemeriksaan Laboratorim
ü Anti Rubella IgM dan IgG bila perlu
ü Pemeriksaan penyaring (skirining)
dilakukan saat ibu merencanakan kehamilan, awal kehamilan (minggu 1-17), wanita
hamil yang dicurigai kontak dengan virus atau terdapat gejala klinis
F. Hasil dan tindak lanjut
IgG (+): sudah pernah terinfeksi dimasa lalu sehingga sudah
kebal terhadap Rubella. Tidak diperlukan pemeriksaan lanjut sampai dengan
kehamilan berikut
IgM (-), IgM(-)/(+): periksa ulang1-4 minggu kemudian jika
hasil tetap IgG (-),IgM(-) berarti belum pernah terinfeksi , oleh karena itu
daaan hind danari sumber infeksi dan lakukan vaksinasi jika kehamilan
belum terjadi. Sementara itu jika IgG (+) dam IgM (+) berarti infeksi baru
terjadi pertama kali. Jika IgG (-) berarti IgM tidak spesifik dan belum pernah
terinfeksi. Oleh karena itu lakukan tindakan preventif dan vaksinasi jika
kehamilan belum terjadi.
Varicella
varicella
atau cacar air adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh virus varizella
zoster . organ tubuh yang diserang adalah kulit, selaput lender mata
dan mulut serta kerongkongan dan organ lain misalnya otak. Penyakit ini
dapat menyerang semua umur, tetap anak-anak lebih sering terkena.
Cara
penularan
Varicella
cepat menular. Kejadian penularan pada orang lain sejak 1-2 hari sebelum
munculnya ruam sampai dengan membentuk kerompeng.
Beberapa
bahaya dab komplikasi dari varicella:
§
Pada anak
Paling
sering terjadi infeksi pada kulit,
enchepalitis
(radang otak) dan pneumonia
§
Pada ibu hamil
o Trimester
I dan II, keguguran bayi lahir mati, bayi cacat,BBLR, cacar air pada masa bayi.
o Trimester
III, bila > 6 hari sebelum melahirkan maka bayi akan terkena cacar air
ringan. Bila < 6 hari sebelum atau 2 hari sesudah melahirkan, bayi akan
mengalami cacarair bahkan bisa meninggal.
Dampak
Terhadap Kehamilan
5-10%
wanita dewasa rentan terhadapa infeksi virus varicella zoster. Infeksi varicela
akut terjadi pada 1:7500 kehamilan. Komplikasi maternal yang mungkin terjadi:
1.
Persalinan preterm
2.
Ensefalitis
3.
Pneumonia
Pencegahan
Vaksinasi
merupakan langkah bijaksana dalam perlindungan terhadap virus varicella zoster
dan komplikasinya. Vaksin dapat diberikan sedini mungkin, namun apabila
dikehendaki orang tua,vaksin dapat diberikan setelah umur > 1 tahun. Apabila
vaksin diberikan pada umur >13 tahun, maka imunisasi diberikan 2 kali dengan
4-8 minggu.
GEJALA
KLINIS
1.
Masa inkubasi 10-21 hari.
2.
Pada anak yang berumur lebih muda jarang disertai gejala
prodromal.
3.
Pada anak yang berumur lebih tua dan orang dewasa, lesi
kulit muncul 2-3 hari setelah demam, malaise, sakit kepala, anoreksia.
4.
Lesi awal terutama pada badan kemudian menyebar ke muka dan
ekstremitas juga dapat mengenai selaput lendir.
5.
Lesi berupa makula eitema dalam beberapa jam akan berubah
jadi papula, vesikula, pustula, dan krusta.
6.
Sementara proses berlangsung muncul lagi vesikel baru
sehingga menimbulkan gambaran yang polimorf.
Toxoplasmosis
Toxoplasmosis adalah suatu infeksi
protozoa Toxoplasma gondii, yangbiasanya terjadinya melalui kontak dengan tinja
kucing, makan makanan mentah, atau makanan daging yang terkontaminasi dengan
toxo ini.
Hanya sekitar 20% wanita hamil dengan toxoplasmosis yang
menunjukkan gejala dari penyakit ini. Tetapi jika seorang wanita terinfeksi
sesaat sebelum atau selama kehamilan, maka kemungkinan sekitar 40-50% untuk
menularkan ke bayi dalam kandungannya, walaupun ibu hamil sendiri tidak tanpa
sakit.
GEJALA
KLINIS
1.
Demam.
2.
Sakit kepala.
3.
Badan lemah.
4.
Pembekakan kelenjar getah bening.
5.
Penglihatan terganggu.
6.
Disorientasi.
7.
Gemetar.
8.
Kejang.
DAMPAK
TERHADAP KEHAMILAN
Resiko terjadinya kelainan berat pada janin lebih besar bila
terinfeksi di trimester pertama dan kedua. Namun, kemungkinan tertular di
trimester ini lebih rendah dibanding di trimester akhir.
Bila terinfeksi,janin menghadapi resiko seperti:
1.
Kelainan sistemik, seperti: kuning, pembesaran hati dan
limfa, juga perdarahan
2.
Kelainan syaraf mata
3.
Gangguan fungsi syaraf pusat (gangguan kecerdasan dan
keterlambatan bicara)
4.
Cacat bawaan, seperti pembesaran kepala (hydrocephalus)
5.
Keguguran
Infeksi Traktus Urinarius
Infeksi traktus urinarius adalah
bila ada pemeriksaan urin ditemukan bakteri yang jumlahnya lebih dari 10.000
per ml. Urin yang diperiksa harus bersih, segar, dan diambil dari aliran tengah
(midstream) atau diambil dengan fungsi supra simphisi.
Infeksi saluran kencing adalah infeksi
bakteri yang paling sering dijumpai pada kehamilan. Walaupun bakteri uria
asimtomatik merupakan hal biasa, infeksi simtomatik dapat mengenai salran bawah
yang menyebabkan sisititis, atau menyerang kaliks, pelvis, dan parenkim ginjal
sehingga mengakibatkan pielonefritis.
Organisme yang menyebabkan infeksi saluran
kemih berasal dari flora normal perineum. Sekarang terdapat bukti bahwa
beberapa galur escherichia coli memiliki pili yang meningkatkan virulensinya.
Walaupun kehamilan itu sendiri tampaknya tidak meningkatkan factor-faktor
virulensi ini, stasis air kemih tampaknya menyebabkan hal itu, dan bersam
dengan revluksvesikoureter, stasis mempermudah timbulnya gejala infeksi saluran
kemih bagian atas.
Overdistensi yang disertai kateterisasi
untuk mengeluarkan air kemih sering menyebabkan infeksi saluran kemih.
1) BAKTERIURIA ASIMPTOMATIK
Ditemukan bakteri sebanyak
>100.000 per ml air seni daari sediaan air seni. Angka kejadian bakteriuria
asimptomatik dalam kehamilan sama seperti wanita usia reproduksi yang seksual
aktif dan non pregnant sekitar 2-10%. Jenis bakteri yang ditemukan:
1.
Eschericia coli (60%)
2.
Proteus mirabilis
3.
Klebsiella pneumoniae
4.
Streptococus grup B.
Bila bakteriuria asimptomatik tidak
diterapi dengan baik maka 20% ibu hamil akan menderita sistisis akut atau
pielonefritis akut pada kehamilan lanjut.
o
Ampisilin 3x500 mg selama 7-10 hari.
o
Cephalosporin.
o
Nitrofurantoin.
Setelah terapi, lakukan pemeriksaan
ulangan dengan biakan urin oleh karena kejadian ini seringkali berulang (25%).
2) SISTISIS AKUT
Sistsis merupakan peradangan kandung
kemih tanpa disertai radang pada bagian saluran kemih, biasanya inflamasi
akibat bakteri. Terjadi pada 1-2% kehamilan. Tanda dan gejala:
1. Hampir
95% mengeluh nyeri pada daerah supra simphisis atau nyeri saat berkemih.
2. Frekuensi
berkemih meningkat tetapi jumlahnya sedikit sehingga menimbulkan rasa tidak
puas dan tuntas.
3. Air
kencing kadang terasa panas.
4. Air
kencing berwarna lebih gelap dan serangan akut kadang-kadang berwarna
kemerahan.
5. Ditemukan
banyak eritrosit dan leukosit pada pemeriksaan laboratorim.
Penatalaksanaan:
1. Anjurkan
ibu untuk banyak minum.
2. Atur
frekuensi berkemih untuk mengurangi sensasi nyeri, spasme, dan rangsangan untuk
selalu berkemih (tetapi dengan jumlah urin yang minimal). Makin sering
berkemih, nyeri dan spasme akan makin bertambah.
3. Terapi
antibiotik yang dipilih, mirip dengan pengobatan bakteriuria asimptomatik.
Apabila antibiotika tunggal kurang memberikan manfaat, berikan antibiotika
kombinasi. Kombinasi tersebut dapat berupa jenis obatnya ataupun cara
pemberiannya, misal: amoksisilin 4x250 mg per oral, digabung dengan gentamisisn
2x80mg secara IM selama 10-14 hari. Dua hingga 4 minggu kemudian dilakukan
penilaian laboratorium untuk evaluasi pengobatan.
4. Untuk
pencegahan infeksi berulang berikan nitrofurantoin 100 mg/hari setiap malam
sampai sesudah 2 minggu post partum.
3) PIELONEFRITIS AKUT
Pielonefritis akut merupakan salah
satu komplikasi yang sering dijumpai dalam kehamilan dan frekuensinya kira-kira
2%, terutama pada kehamilan terakhir dan permulaan masa nifas. Infeksi ini
biasanya disebabkan oleh E. Coli dan dapat pula oleh kuman-kuman lain seperti
Stafilokokus aureus, Basillus proteus, dan Pseudomonas aerugenosa. Kuman dapat
menyebar secara hematogen atau limfogen, akan tetapi terbanyak dari
kandung kemih.
Gejala yang penting diperhatikan:
1.
Pielonefritis akut ditandai dengan
gejala demam, menggigil, mual, dan muntah, nyeri pada daerah kostovertebra atau
pinggang. Sekitar 85% kasus suhu tubuh melebihi 38 derajat celcius dan sekitar
12% suhu tubuhnya mencapai 40 derajat selcius.
2.
Sering disertai mual, muntah, dan
anoreksia.
3.
Kadang-kadang diare.
4.
Dapat juga jumlah urin berkurang.
5.
Pemeriksaan air kemih menunjukkan
banyak sel-sel leukosit dan bakteri.
PENATALAKSANAAN:
1.
Ibu hamil dengan pielonefritis akut,
hardirawatinapkan. Karena penderita sering mengalami mual dan muntah, mereka
umumnya datang dengan keadaan dehidrasi.
2.
Bila ibu datang dengan keadaan syok,
segera lakukan pemasangan infus untuk restorasi cairan dan pemberian
medikamentosa. Pantau TTV dan diuresis secara berkala.
3.
Bila terjadi ancaman partus
prematurus, lakukan pemberian antibiotika seperti yang telah diuraikan di atas
dan penatalksanaan partus prematurus.
4.
Terapi kombinasi antibiotika yang
efektif adalah gabungan sefoksitin 1-2 gram intravena setiap 6 jam dengan
gentamisin 80 mg IV setiap 12 jam. Ampisilin 2 gram/ ciproksin 2 gram IV dan
gentamisisn 2x80 mg.
4) STREPTOCOCCUS GRUP B (GBS)
GBS adalah flora normal manusia
dengan reservoir utama di traktus digestivus. GBS dapat masuk ke dalam traktus
urinarius utama di traktus digestivus melalui kontaminasi feses atau kontak
seksual.
DAMPAK terhadap kehamilan:
1.
Penularan dari ibu ke anak dapat
terjadi secara vertikal saat persalinan dengan faktor resiko penularan:
-
Persalinan preterm.
-
Ketuban pecah dini (KPD)
-
BBLR
-
Febris intrapartum
Hepatitis
Hepatitis infeksiosa disebabkan oleh virus
dan merupakan penyakit hati yang paling sering dijumpai dalam kehamilan.
Pada wanita hamil, penyebab hepatitis infeksiosa terutama oleh virus hepatitis
B. walaupun kemungkinan juga dapat karena virus hepatitis A atau
Hepatitis C. hepatitis virus dapat terjadi pula setiap satt kehamilan dan
mempunyai pengaruh buruk pada janin maupun ibunya. Pada trimester I dapat
terjadi keguguran, akan tetapi jarang dijumpai kelainan congenital (anomaly
pada janin). Sedangkan pada trimester II dan III sering terjadi
premature.
Tidak dianjurkan untuk melakukan terminasi
kehamilan dengna induksi atau SC, karena akan mempertinggi risiko pada
ibu. Pada hepatitis B janin kemungkinan dapat tertular melalui plasenta,
waktu lahir, atau masa neonatus; walaupun masih kontroversi penularan melalui
air susu.
Penatalaksanaan
§ Istirahat, diberi nutrisi dan cairan
yang cukup, bila perlu IV
§ Isolasi cairan lambung dalam atau
cairan badan lainnya dan ingatkan tentang pentingnya janin dipisahkan dengan
ibunya
§ Periksa HbsAg
§ Kontrol kadar bilirubun, serum
glutamic oksaloasetik transaminase (SGOT), serum glutamic piruvic transaminase
(SGPT), factor pembekuan darah, karena kemungkinan telah ada disseminated
intravascular coagulapathy (DIC)
§ Cegah penggunaan obat-obat yang
bersifat hepatotoksik Pada ibu yang HbsAg positif perlu diperiksa HbsAg anak
karena kemungkinan terjadi penularan melalui darah tali pusat
§ Tindakan operasi seperti SC akan
memperburuk prognosis ibu
§ Pada bayi yang baru dilahirkan dalam
2×24 jam diberi suntikan anti hepatitis serum
HIV/AIDS
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa
kehamilan dapat memperberat kondisi klinik wanita dengan infeksi HIV.
Sebaliknya, risiko tentang hasil kehamilan pada penderita infeksi HIV masih
merupakan tanda tanya. Transmisi vertical virus AIDS dari ibu kepada
janinnya telah banyak terbukti, akan tetapi belum jelas diketahui kapan
transmisi perinatal tersebut terjadi. Penelitian di AS dab Eropa
menunjukkan bahwa risiko transmisi perinatal pada ibu hamil adalah
20-40%.
Transmisi dapat terjadi melalui plasenta,
perlukaan dalam proses persalinan, atau melalui ASI. Walaupun demikian,
WHO menganjurkan agar ibu dengna HIV positif tetap menyusui bayinya
mengingat manfaat ASI yang cukup besar dibandingkan dengan risiko penularan
HIV.
Bila telah terdiagnosis adanya AIDS
perlu dilakukan pemeriksaan apakah ada infeksi PMS lainnya, seperti gonorrhea,
chlamydia, hepatitis, herpes, ataupun infeksi toksoplasmik, CMV, TBC dan
lain-lain.
Penderita AIDS mempunyai gejal awal
yang tidak spesifik seperti fatique, anoreksia, BB menurun, atau mungkin
menderita candidiasis orofaring maupun vagina. Kematian pada ibu hamil
dengan HIV positif kebanyakan disebabkan oleh penyakit oportunisyik yang
menyetainya, terutama pneumocystis carinii pneumonia.
Sampai saat ini belum ada pengobatan
AIDS yang memuaskan. Pemberian AZT (Zidovudine) dapat memperlambat
kematian dan menurunkan frekuensi serta beratnya infeksi oportunistik.
Pengobatan infeksi HIV dan penyakit oportunisyiknya dalam kehamilan merupakan
masalah, karena banyak obat belum diketahui dampak buruknya dalam
kehamilan. Dengan demikian, pencegahan menjadi sangat penting peranannya,
yaitu hubungan seksual yang sehat, menggunakan alat kontrasepsi, dan mengadakan
tes terhadap HIV sebelum kehamilan.
Dalam persalinan, SC bukan merupakan
indikasi untuk menurunkan risiko infeksi pada bayi yang dilahirkan.
Penularan kepada penolong persalinan dapat terjadi dengan rate 0-1% pertahun
exposure. Oleh karena itu dianjurkan untuk melaksanakan upaya pencegahan
terhadap penularan infeksi bagi petugas kamar bersalin sebagai berikut:
ü Gunakan pakaian,
sarung tangan dan masker yang kedap air dalam menolong persalinan
ü Gunakan sarung
tangan saat menolong bayi
ü Cucilah tangan
setelah selesai menolong penderita AIDS
ü Gunakan pelindung
mata (kacamata)
ü Peganglah plasenta
dengan sarung tangan dan beri label sebagai barang infeksius
ü Jangan menggunakan
penghisap lendir bayi melalui mulut
ü Bila dicurigai
adanya kontaminasi, lakukan konseling dan periksa antibody terhadap HIV serta
dapatkan AZT sebagai profilaksis
Perawatan pascapersalinan perlu
diperhatikan yaitu kemungkinan penularan melalui pembalut wanita, lochea, luka
episiotomi ataupun luka SC. Untuk perawatan bayi, sebaiknya dilakukan
oleh dokter anak yang khusus untuk menangani kasus ini. Perawatan ibu dan
bayi tidak perlu dipisah, harus diusahakan agar pada bayi tidak dilakukan
tindakan yang membuat perlukaan bila tidak perlu betul, misalnya jangan lakukan
sirkumsisi.
Perawatan tali pusat harus
dijalankan dengan cermat. Imunisasi yang menggunakan virus hidup
sebaiknya ditunda sampai terbukti bahwa bayi tersebut tidak menderita virus
HIV. Antibodi yang didapatkan pasif dari ibu akan dapat bertahan sampai
15 bulan. Jadi diperlukan pemeriksaan ulang berkala untuk menentukan
adanya perubahan ke arah negatif atau tidak. Infeksi pada bayi mungkin
baru tampak pada usia 12-18 bulan.
Typus Abdominalis
Typus abdominalis dalam kehamilan, dan nifas menunjukan angka
kematian yang lebih tinggi dari pada di luar kehamilan. Penyakit ini mempunyai
pengaruh buruk terhadap kehamilan. Dalam 60-80 % hasil konsepsi keluar secara
spontan : lebih dini terjadinya infeksi dalam kehamilan, lebih besar
kemungkinan berakhirnya kehamilan.
Pengobatan dengan kloramfenikol atau tiamfenikol (Urfamycin)
biasanya cukup manjur. Waktu ada wabah, semua wanita hamil perlu diberi
vaksinasi. Walaupun kuman-kuman tifus abdominalis tidak di keluarkan melalui
air susu, namun sebaiknya penderita tidak menyusui bayinya karena keadaan umum
ibu biasanya tidak mengizinkan, dan karena kemungkinan penularan oleh ibu
melalui jalan lain tetap ada. Tifus abdominalis tidak merupakan indikasi bagi
abortus buatan.
Typhus abdominalis adalah penyakit
infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam
lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna, gangguan kesadaran, dan lebih
banyak menyerang pada anak usia 12-13 tahun (70%-80%), pada usia 30-40 tahun
(10%-20%) dan diatas usia pada anak 12-13 tahun sebanyak (5%-10%).
ETIOLOGI
Penyebab penyakit ini adalah Salmonella paratyphi A,dan
Salmonella paratyphi A, dan Salmonella paratyphi B. Basil gram negatif,
bergerak dengan rambut getar, tidak berspora, mempunyai 3 macam antigen, yaitu:
antigen O, antigen H, dan antigen Vi. Dalam serum penderita terdapat zat
(aglutinin) terhadap ketiga macam antigen tersebut. Kuman tumbuh pada suasana
aerob dan fakultatif anaerob pada suhu 15oC – 41o C (optimum 37oC) dan pH
pertumbuhan 6-8.
TANDA
DAN GEJALA KLINIS
1.
Demam
Pada minggu pertama demam berangsur naik berlangsung pada 3
minggu pertama terutama pada sore dan malam hari, pada minggu ke-2 suhu tubuh
terus menigkat, dan pada minggu ke-3 suhu berangsur-angsur turun dan kembali
normal. Demam tidak hilang dengan pemberian antiseptik, tidak menggigil, dan
tidak berkeringat. Kadang pasien disertai epitaksis.
Gangguan pada saluran pencernaan
-
Halitosis
-
Bibir kering
-
Lidah kkotor berselaput putih
-
Perut agak kembung
-
Mual
-
Splenomegali disertai nyeri pada perabaan
-
Pada permulaan umumnya terjadi diare, kemudian menjadi
obstipasi.
Gangguan kesadaran
-
Kesadaran menurun ringan sampai berat.
-
Umumnya apatis.
-
Bradikardi relatif.
-
Umumnya tiap kenaikan 1 derajat celcius diikuti penambahan
denyut nadi 10-15 kali per menit.
Gejala lain
Cepat lelah, malaise, sakit kepala, rasa tidak enak di
perut, nyeri seluruh tubuh. Gejala-gejala tersebut dirasakan antara10-14 hari.
KOMPLIKASI
Pada usus
halus
Jarang
terjadi tapi sering fatal akibatnya, yaitu:
-
Perdarahan usus: jika perdarahan banyak maka terjadi melena
(keluarnya feses hitam yang diawali oleh darah yang berubah) disertai nyeri
perut dan tanda renjatan.
-
Perforasi usus: timbul biasanya pada minggu ketiga terjadi
pada bagian distal ileum.
-
Peritonitis: biasanya menyertai perforasi tetapi dapat
terjadi tanpa perforasi. Ditemukan gejala abdomen yang akut yaitu nyeri perut
yang sangat hebat, dinding abdomen yang tegang (defans muscular), dan nyeri
tekan.
Di luar
usus halus
Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis yaitu
meningitis, kolesistitis, ensefalitis, bronchopneumonia (akibat infeksi
sekunder), dehidrasi, dan asidosis.
PENATALAKSANAAN
1.
Isolasi pasien, disinfeksi pakaian.
2.
Perawatan yang baik untuk menghindari infeksi.
3.
Istirahat selama demam sampai dengan 2 minggu setelah suhu
normal kembali (istirahat total) kemudian boleh duduk, jika tidak demam boleh
berdiri terus berjalan.
4.
Diet makanan harus mengandung cukup cairan, kalori, dan
tinggi protein.
5.
Bahan makanan tidak boleh banyak mengandung serat, tidak
merangsang, dan tidak menimbulkan gas. Bila kesadaran pasien menurun diberikan
makanan cair melalui sonde lambung.
6.
Obat pilihan adalah kloramfenikol dengan dosis tinggi yaitu
100 mg/kg BB/ hari (maksimum 2 gram per hari) diberikan 4 kali sehari per oral/
intravena kloramfenikol tidak boleh diberikan apabila jumlah leukosit ≤ 2000/
UI. Bila pasien alergi dapat diberikan penicillin/ kotrimoksazol.
Makalah
BalasHapusINFEKSI YANG MENYERTAI KEHAMILAN DAN PERSALINAN
Visit
https://www.facebook.com/download/170233239826527/1.%20MAKALAH-%20Infeksi%20yang%20menyertai%20kehamilan%20dan%20persalinan.rar
http://khasanahilmuu.blogspot.com/
thx gan
https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=212841790116812261#editor/target=post;postID=5080311362583776984 https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=212841790116812261#editor/target=post;postID=5080311362583776984,.
BalasHapus